Minggu, 27 Desember 2009

TDT ORDE 4

BAB I
PENDAHULUAN


1. Latar Belakang
Mahasiswa Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional khususnya program Diploma IV merupakan pegawai tugas belajar yang diutus oleh Kantor Wilayah kerja masing – masing. Di harapkan lulusan dari Sekolah Tinggi Pertanahan khususnya program Diploma IV nantinya dapat menjadi ujung tombak Badan Pertanahan Nasional R.I. di masa yang akan datang memiliki kemampuan yang memadai sebagai pegawai negeri sipil khususnya di bidang pertanahan.
Salah satu kemampuan yang diharapkan yaitu setiap mahasiswa mampu mengerti dan menguasai pekerjaan yang ada di lapangan terkait bidang pertanahan. Pengukuran dan pemetaan titik dasar teknik merupakan bagian dari pekerjaan lapangan yang sering dilaksanakan pada kantor dimana mereka kembali bekerja nantinya.
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional dalam hal ini melaksanakan kuliah praktek kerja lapangan titik dasar teknik dengan bobot 1 sks. Praktek kerja lapangan ini dilaksanakan dengan harapan agar setiap mahasiswa dapat memahami permasalahan dan kondisi dilapangan yang sebenarnya, sehingga nantinya setelah lulus mahasiswa dapat menerapkan pekerjaan tersebut dikantor mereka masing – masing.

2. Maksud dan Tujuan
1. Maksud Kuliah Praktek Lapang (PKL):
a. Sebagai salah satu syarat akademik bagi mahasiswa program Diploma IV Pertanahan;
b. Menyiapkan mahasiswa menjadi pegawai pertanahan yang profesional dibidang pengukuran di masa mendatang;
c. Sebagai bagian dari dharma pengabdian STPN kepada laboratorium desa.
2. Tujuan diselenggarakan PKL adalah :
a. Mahasiswa memiliki pemahaman yang lebih komprehensif tentang pengukuran dan pemetaan TDT dan berbagai dokumen perlengkapannya.
b. Terpasangnya TDT dan kelengkapan dokumen lainnya yang bermanfaat oleh masyarakat setempat.

3. Jenis dan Volume Pekerjaan
a. Perencanaan tugu TDT orde 4.
b. Pemasangan TDT.
c. Pengukuran dan penghitungan koordinat TDT (x,y,z).
d. Pembuatan buku tugu.
e. Pengukuran dan penghitungan koordinat detil situasi (termasuk titik tinggi).
f. Pembuatan Peta Dasar Teknik disertai garis kontur.

4. Peserta PKL
Mahasiswa semester III program Diploma IV Pertanahan sejumlah 80 orang, instruktur sejumlah 20 orang.


BAB II
GAMBARAN UMUM

Praktek kerja lapang (PKL) II ini diselenggarakan sebagai upaya Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) dalam mendidik mahasiswa semester III untuk memiliki kompetensi dalam pemasangan TDT dan pembuatan peta dasar teknik yang dilengkapi dengan informasi ketinggian (desa atau bagian desa). Pembuatan yang dimaksud di sini meliputi tahapan perencanaan, pengukuran dan pemetaan, serta administrasinya. Berbeda dengan praktikum di kampus yang parsial dari mata kuliah dasar – dasar pengukuran dan kerangka dasar pemetaan, melalui PKL ini mahasiswa digiring pada pemahaman yang sistematis dan komprehensif terhadap pembuatan peta pada cakupan desa atau bagian dari desa. Sebagai pegawai Badan Pertanahan Nasional R.I., diharapkan pendidikan yang diselenggarakan STPN aplikatif. Oleh sebab itu dalam PKL ini, tidak lepas aplikasinya terutama berdasar pada (1) Petunjuk Teknis PMNA/KBPN No. 3/1997, (2) Standarisasi Pendaftaran Tanah secara sistematik, dan (3) Buku pegangan petugas ukur.
Untuk memiliki kompetensi dalam pembuatan peta dasar teknik, para mahasiswa baik sebagai individu – individu maupun kelompok – kelompok dilibatkan pada field problem mulai dari tahapan perencanaan, pendistribusian tugu TDT sampai pada pengeplotan hasil – hasil ukurannya pada lembar peta dasar teknik sesuai format petunjuk teknis PMNA/KBPN No. 3/97. Aktivitas perencanaan diharapkan memberi pemahaman lapangan akan pentingnya peta – peta yang tersedia di desa ataupun sumber –sumber lainnya. Kemampuan pemahaman tentang pengukuran poligon multimethod dicoba untuk dapat diaplikasikan oleh para mahasiswa pada berbagai kasus lapangan. Fokusnya, mahasiswa mampu memilih metode yang paling efektif dan efisien dengan mempertimbangkan ketersediaan alat ukur total station, teodolit dan meteran.
Pada kegiatan studio (base-camp), para mahasiswa diharapkan terampil dalam pekerjaan penghitungan poligon metode bowdith dengan alat hitung scientific kalkulator atau jenis – jenis spread sheet. Dengan demikian, output hitungan tidak hanya dalam bentuk formulir catatan manual tetapi juga berbentuk digital yang siap untuk di loading melalui autocad atau software pemetaan lainnya. Aturan – aturan mengenai pengukuran dan pemetaan pendaftaran tanah dalam petunjuk teknis PMNA/KBPN No.3/97 diharapkan dapat dikuasai oleh mahasiswa, termasuk di dalamnya monumentasi, buku tugu, metode dan alat standar pengukuran yang diperkenankan, toleransi pengukuran, pembagian lembar peta, format lembar peta dan sebagainya.
Selain itu, agar mahasiswa menjadi petugas ukur yang profesional, maka aspek afektifnya haruslah dijadikan penekanan dan perhatian para instruktur, selain daripada aspek kognitifnya. Dalam hal ini, aspek afektif yang menonjol mencakup kedisiplinan, koordinasi, ketelitian dan kerapihan. Kedisiplinan yang dimaksud adalah ketepatan target kerja yang rasional dengan pelaksanaannya. Kerjasama yang dimaksud kemampuan mengatur dinamika kerja dalam menghadapi perubahan – perubahan sebagai bagian dari sistem. Sedangkan ketelitian dan kerapihan meliputi hasil – hasil penghitungan, formulir – formulir, peta – peta, perlakuannya terhadap alat – alat pengukuran dan kelengkapan pribadinya.


BAB III
PELAKSANAAN

1. Perencanaan dan Pemasangan TDT
a. Bahan yang digunakan :
• Peta situasi wilayah kerja kelompok V.
• Buku tugu.
• Alat tulis.
b. Urutan pekerjaan :
Perencanaan, dengan urutan kerja :
• Merujuk pada peta situasi dengan kondisi terkini.
• Mengeplot TDT yang akan dipasang pada peta situasi dengan interval jarak lebih kurang 150 meter di tanah fasilitas umum.
• Membuat jalur pengikatan TDT pada orde 4 yang diukur dengan menggunakan GPS geodetik.
Setelah perencanaan telah dilaksanakan, maka pemasangan TDT dilaksanakan dengan urutan pekerjaan :
• Melakukan orientasi lapangan dengan membawa rencana distribusi TDT.
• Memasang patok sementara (patok kayu) dengan memperhatikan :
(1) Rencana didtribusi TDT.
(2) Terdapat minimal sepasang TDT yang saling terlihat.
(3) Tempat pemasangan TDT di lokasi yang aman dan strategis.
(4) Jika terdapat patok – patok lain yang telah terpasang dan terstandar bisa digunakan sebagai TDT.
(5) Jika dijumpai kondisi lapangan tidak memungkinkan dipasang TDT pada jarak lebih kurang 150 meter, maka pemasangan dapa dilakukan dengan interval kurang dari jarak tersebut.
• Menanam TDT dengan menggali tanah sesuai posisi patok sementara dengan catatan identitas TDT diarahkan menghadap jalan atau memungkinkan untuk mudah dibaca. Di tempat yang ramai, tugu TDT dipasang rata permukaan tanah dengan konsekuensi identitas tugu tidak terbaca, oleh sebab itu tugu diberi identitas pada permukaannya.



2. Pengukuran dan Penghitungan Koordinat TDT
Pengukuran dilaksanakan dengan membuat poligon utama dan poligon cabang. Ketentuan pengukuran dari masing – masing poligon tersebut adalah :
a. Poligon Utama
• Total station yang digunakan mempunyai ketelitian bacaan 1”
• Pengukuran sudut secara dua seri rangkap
• Selisih bacaan Biasa dan Luar Biasa tidak lebih dari 10”
• Selisih antar sudut tidak lebih dari 5 “
• Jarak diukur dengan EDM minimal 4 kali, masing – masing 2 kali bacaan muka dan belakang. Perbedaan dari keempat bacaan kurang dari 10 mm. Untuk keperluan hitungan poligon digunakan rata – ratanya
• Poligon diikatkan pada TDT dengan orde yang lebih tinggi
• Data pengukuran dituangkan dalam daftar isian 103
• Penghitungan dengan metode bowdith dan menggunakan format hitungan daftar isian 104
• Asimut dihitung dengan minimal 2 titik ikat dengan cara transformasi (rotasi). Salah satu penutup sudut tidak boleh lebih dari 10”√n, dalam hal ini n adalah jumlah titik poligon. Salah penutup linear tidak boleh lebih dari 1 : 6000
b. Poligon Cabang
• Poligon cabang harus terikat kedua ujungnya pada poligon utama
• Alat ukur sudut yang digunakan mempunyai ketelitian tdak lebih dari 20”
• Pengukuran sudut secara dua seri rangkap
• Selisih bacaan biasa dan Luar Biasa tidak lebih dari 40’
• Selisih antar sudut tidak lebih dari 20”
• Jika hanya satu ujung saja terikat, jumlah titik poligon tidak lebih dari 2 titik dan dilakukan pengukuran sudut secara 3 seri rangkap
• Jarak di ukur dengan EDM.
• Jika diperlukan pelurusan jarak dalam pemgukuran dengan pita ukur, dapat dilakukan dengan jalon atau dipandu oleh garis bidik teropong teodolit dengan maksimal 2 (dua) kali bentangan pita ukur
• Pengukuran jarak dilaksanakan secara pergi – pulang, sehingga didapatkan 2 besaran jarak dengan selisih tidak lebih dari 1 cm. Untuk keperluan hitungan poligon digunaka jarak rata – rata
• Jika memungkinkan, target (ujung paku) langsung dibidik. Jika tidak memungkinkan, target memakai unting – unting yang digantung dengan kayu/bambu atau jalon sejumlah 3 buah. Tidak diperkenankan membidik jalon sebagai target karena pengukuran sudut akan menjadi kasar.
• Salah penutup sudut tidak boleh lebih dari 20”√n, dalam hal ini n adalah jumlah titik poligon. Salah penutup linear tidak boleh lebih dari 1 : 3000
• Data pengukuran dituangkan dalam daftar isisan 103
• Penghitungan dengan metode bowdith yang dituangkan dalam D.I. 104 (sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997)

3. Pembuatan Buku Tugu
Setiap tugu TDT dibuat buku tugu sesuai format DI 102 yang meliputi :
• Sketsa lokasi yaitu sket kasar mengenai lokasi tiap TDT serta detil – detil yang dianggap penting agar lebih memudahkan mengenali lokasi TDT tersebut
• Foto TDT diambil pada saat TDT telah terpasang lengkap dengan identitasnya
• Koordinat TDT hasil pengukuran dan penghitungan
• Dan isian – isian lainnya

4. Pengukuran dan Penghitungan Ketinggian TDT
Pengukuran menggunakan waterpass dengan urutan pekerjaan sebagai berikut :
• Merencanakan jalur pergi pulang sepanjang titik poligon dengan membagi slag berjumlah genap
• Menempatkan rambu muka dan belakang secara berselang seling
• Instrumen ditempatkan pada jarak yang relatif sama antar rambu dalam satu slag
• Mencatat bacaan ba, bt, dan bb
• Menggunakan formulir dalam penghitungan posisi vertikal
• Informasi ketinggian titik awal dengan melakukan interpolasi peta rupa bumi skala 1 : 25000
• Toleransi bacaan pulang dan pergi tidak lebih dari 12 mm√s, dalam hal ini s adalah jarak slag dalam kilometer
• Penghitungan ketinggian TDT dilakukan dengan perataan berdasarkan proporsi jarak slag

5. Pengukuran dan Penghitungan Detil Situasi
Pada prinsipnya, detil yang perlu diukur dan dipetakan adalah detil jalan dan sungai/saluran air. Di samping itu perlu juga diukur detil – detil yang dapat digunakan untuk memudahkan identifikasi TDT, seperti sekolah, balai desa, kuburan, puskesmas, kantor dusun, jembatan dan sebagainya. Untuk keperluan penarikan garis kontur, maka dilakukan pengukuran detil – detil topografi permukaan tanah di seluruh area pemasangan TDT (desa atau bagian desa). Teknik pengukuran dan penghitungan koordinatnya mengikuti ketentuan berikut :
• Metode yang digunakan adalah tachimetri
• Menggunakan total station dengan ketelitian tidak lebih dari 1” dengan bantuan reflektor rofer.
• Data pengukuran dan penghitungan dituangkan dalam formulir yang tersedia.

6. Pembuatan Peta Dasar Teknik
Setelah hitungan memenuhi syarat, TDT diplot pada peta dasar teknik. Pengeplotan dapat dilakukan secara manual analog atau digital. Ketentuan yang harus dipenuhi dalam pembuatan peta dasar teknik secara manual – analog sebagai berikut :
• Penggambaran menggunakan kertas crumcut
• Penandaan grid menggunakan maal – grid tiap 10 cm dengan cara diprick
• Skala yang digunakan 1:2500 atau 1:5000 atau 1:10000 (menyesuaikan dengan luas area yang dipetakan, sehingga tercakup pada satu lembar peta)
• Simbol TDT orde 4 nasional, lingkaran terblok hitam berdiameter 3 mm
• Simbol TDT orde 4 lokal, lingkaran kosong berdiameter 3 mm
• Simbol TDT orde 3, segitiga dengan panjang sisi 3 mm
• Simbol grid, simbol – simbol detil alam dan buatan manusia, batas – batas administrasi seperti batas desa, kecamatan dan propinsi digambar sesuai dengan PMNA/Ka.BPN No. 3/1997
• Titik dasar teknik digambar di atas kertas gambar lengkap dengan penomorannya. Detil – detil itu digambarkan dengan menggunakan aplikasi AutoCad
• Setelah peta dasar teknik tergambar, selanjutnya gambar itu dipindahkan ke kertas drafting film lapisan dua muka.
• Dalam penggambaran peta dasar teknik yang dilengkapi dengan garis kontur sangat dianjurkan menggunakan cara digital.

BAB IV
ANALISIS

1. Faktor Pendukung dan Penghambat
Pada pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat baik itu pada kegiatan di lapangan ataupun di studio (basecamp). Faktor – faktor tersebut sangat mempengaruhi hasil dari pekerjaan Praktek Kerja Lapang ini.
Beberapa faktor pendukung pada pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) II kelompok V, antara lain :
• Alat Ukur
Pada saat melakukan pengukuran koordinat titik dasar teknik kami menggunakan alat ukur sudut jenis total station merk LEICA TC 407 yang memiliki ketelitian lebih baik bila dibandingkan teodolit digital. Penggunaan total station dalam melakukan pengukuran sangat membantu menyingkat waktu di lapangan karena pemakaiannya tidak begitu rumit. Contohnya yaitu pada saat melakukan sentring alat, pada alat ukur total station tipe LEICA seperti ini menggunakan sentring dengan bantuan infra merah. Selain itu alat ukur total station dilengkapi dengan reflektor rover yang memudahkan kita untuk mengambil data pengukuran detil.
• Alat Pengolahan Data Lapang
Laptop atau notebook sangat membantu kita dalam melakukan pengolahan data lapang pada praktek kerja lapang ini. Dengan adanya laptop kita dengan mudah mengolah/menghitung data yang diperoleh dari lapang sehingga dengan dapat diketahui apakah data tersebut layak dipakai atau tidak (Ketelitian data pengukuran masuk toleransi atau tidak). Hal ini dilakukan karena pada pengukuran biasanya terjadi kesalahan pengambilan data yang bisa mengakibatkan kita untuk melakukan pengukuran berulang – ulang pada titik yang sama.
• Kendaraan
Pada praktek kerja lapang ini tiap regu diperbolehkan untuk membawa kendaraan masing – masing ke lokasi pengukuran, berupa kendaraan roda dua. Harapannya yaitu dengan menggunakan kendaraan roda dua dapat mendukung transportasi pada saat melaksanakan kegiatan di lapangan.
• Base camp atau tempat tinggal
Base camp yang memadai dan kondusif sangat mempengaruhi kinerja tiap regu khususnya yang berkaitan pada proses kegiatan pengolahan data agar tidak terjadi kekeliruan dalam penghitungannya.

Selain beberapa faktor pendukung yang telah disebutkan, regu 5 juga menemukan beberapa hambatan – hambatan pada saat melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini, diantaranya :
• Alat ukur yang digunakan bukan merupakan satu bagian yang kesatuan yang lengkap, misalnya alat ukur sudut yang digunakan total station merk LEICA sementara reflektor yang digunakan merk TOPCON. Baterai total station yang diberikan hanya 1 buah, di mana seharusnya baterai alat jika 1 set ada 2 buah.
• Peta situasi yang dijadikan referensi dalam merencakan penyebaran titik – titik dasar teknik tidak up to date ( tidak terkini ). Peta situasi seperti ini menghambat karena mengharuskan kami untuk merevisi / merencanakan ulang penyebaran titik – titik dasar teknik yang telah di buat sebelumnya.
• Evaluasi dan koordinasi oleh dosen / instruktur kurang intensif baik dilapangan dan dibase camp. Hal ini menyulitkan kami apabila menemukan permasalahan – permasalahan khususnya yang bersifat teknis. Permasalahan ini tentu saja akan mempengaruhi kami dalam melanjutkan pekerjaan selanjutnya hingga mengakibatkan banyak waktu yang terbuang untuk mencari jalan keluar dari masing – masing permasalahan tersebut.
• Koordinasi antar kelompok kurang. Sering terjadi kesalahpahaman antar kelompok yang berseberangan wilayah kerja berkaitan dengan penyebaran titik – titik dasar teknik. Contoh yang di alami regu 5 yaitu pada saat melakukan pengukuran TDT yang dipasang oleh kelompok lain dimana setelah kami melakukan pengukuran, ternyata TDT yang telah terpasang itu dipindahkan lagi oleh kelompok lain. Akibatnya regu 5 harus melakukan pengukuran ulang pada TDT tersebut yang menghabiskan waktu cukup lama. Sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi apabila terjalin komunikasi/koordinasi antar kelompok yang lebih aktif lagi.
• Cuaca menjadi salah satu faktor penghambat pada saat melakukan kegiatan pengukuran dilapangan. Praktek kerja lapang dilaksanakan pada saat musim penghujan dimana intensitas hujan di lapangan banyak terjadi waktu siang hingga malam hari. Hal ini mengakibatkan produktivitas kegiatan pengukuran hanya dapat dilaksanakan sejak pagi hingga siang hari.
• Koordinat poligon utama TDT orde 3 yang dijadikan sebagai titik ikat poligon regu 5 lama di dapatkan. Kejadian tersebut diakibatkan oleh karena regu lain yang di tunjuk untuk melakukan pengukuran poligon TDT orde 3 terlambat untuk melakukan pengukurannya. Keterlambatan hasil data koordinat TDT orde 3 untuk sampai ke regu 5 berdampak langsung pada kegiatan pengukuran dan proses penghitungan poligon regu 5.
• Kendaraan umum yang berlalu lalang di sekitar daerah lokasi pengukuran juga sangat banyak menghambat kegiatan pengukuran.

2. Cara Mengatasi Hambatan
Setiap permasalahan yang menjadi hambatan pasti memiliki jalan keluar atau paling tidak alternatif pilihan yang bisa kita ambil. Begitu juga dengan permasalahan yang dihadapi oleh regu 5, dimana setiap anggota memiliki pemikiran sehingga jadi masukan yang berarti dalam penyelesaian praktek kerja lapang regu 5. Adapun cara – cara mengatasi hambatan yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu :
• Dengan menggunakan peta situasi yang kurang up to date (terkini) pada saat perencanaan pemasangan titik dasar teknik mengakibatkan adanya revisi perencanaan tempat pemasangan. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan sket kasar lokasi kerja regu 5 di lengkapi dengan tempat pemasangan titik dasar teknik yang baru. Sket kasar tersebut dilengkapi dengan rencana pemasangan titik dasar teknik regu 5 untuk diberikan kepada kelompok lain agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pemasangan titik dasar teknik oleh regu lainnya.
• Kurangnya evaluasi dan koordinasi dosen / instruktur terhadap penyelesaian masalah yang di hadapi regu 5 diatasi dengan cara memperbanyak membaca buku referensi khususnya berkaitan dengan teknis pengukuran. Hal lain yang dilakukan yaitu dengan melakukan diskusi antar sesama anggota regu 5 atau antar kelompok.
• Penyelesaian masalah yang dihadapai karena kurangnya koordinasi antar kelompok yaitu dengan meningkatkan komunikasi antar kelompok agar tidak terjadi lagi kesalapahaman. Misalnya pada waktu istirahat dilapangan dijadikan kesempatan berdiskusi dengan kelompok lainnya yang kebetulan mempunyai wilayah / lokasi kerja yang saling berdekatan.
• Sementara itu untuk mengatasi hambatan cuaca yang dialami pada saat dilapangan yaitu dengan memulai waktu pelaksanaan pengukuran lebih awal. Pada saat pelaksanaan PKL II ini intensitas hujan pada umumnya terjadi pada waktu siang hingga sore hari, oleh sebab itu maka pada pagi hari hingga siang hari betul – betul dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan pengukuran dengan seoptimal mungkin.
• Agar tidak terjadi kekosongan waktu sambil menunggu data hasil hitungan koordinat TDT orde 3 yang dijadikan titik ikat oleh regu 5, maka pada saat perhitungannya kami memakai koordinat sementara.
Setiap regu praktek kerja lapangan II ini memiliki permasalahan – permasalahan yang berbeda terhadap satu sama lainnya. Setiap regu diharapkan menemukan penyelesaian permasalahan terhadap hambatan – hambatan yang dihadapi agar dapat menyelesaikan pkl ini tepat pada waktunya dengan hasil yang baik.

3. Analisis Hasil Praktek Kerja Lapangan
Praktek kerja lapangan II mahasiswa Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional semester III sesuai dengan salah satu tujuannya yaitu terpasangnya TDT dan kelengkapan dokumen lainnya yang nantinya bisa bermanfaat oleh masyarakat setempat.
Penyebaran titik dasar teknik yang ada pada wilayah kerja regu 5 sejumlah 15 TDT orde 4 dan 1 TDT orde 4 yang setara TDT orde 3 karena dalam pengukurannya menggunakan GPS geodetik yang diikatkan pada TDT orde 2. Titik – titik dasar teknik yang dipasang oleh regu 5 berjumlah 3 TDT, dipasang oleh regu 1 berjumlah 3 TDT, dipasang oleh regu 2 berjumlah 3 TDT, sementara TDT yang lainnya telah terpasang lebih dahulu. Selain melakukan pengukuran titik – titik dasar teknik, regu 5 juga melakukan pengukuran dan penghitungan koordinat detil serta posisi vertikal guna penggambaran situasi dan penarikan garis kontur.



BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
• Metode pengukuran koordinat titik dasar teknik yang digunakan oleh regu 5 yaitu poligon terbuka terikat sempurna pada poligon utama maupun poligon cabang.
• Metode pengukuran ketinggian titik dasar teknik yang digunakan yaitu metode memanjang.
• Metode pengukuran koordinat detil situasi menggunakan tachimetri.
• Faktor – faktor pendukung sedikit banyak mempengaruhi dalam penyelesaian pekerjaan baik di lapangan atau di studio.
• Setiap hambatan yang ditemukan, diharapkan penyelesaiannya agar pekerjaan pengukuran dapat terselesaikan.
• Setiap anggota regu 5 berperan aktif dalam menyelesaikan praktek kerja lapang.
• Kegiatan praktek kerja lapang II titik dasar teknik mahasiswa Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional semester III dapat medukung proses pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan setempat.

2. Saran
• Sebaiknya instruktur atau dosen khususnya berkaitan dengan pekerjaan teknis mempunyai persepsi yang sama sesuai dengan petunjuk teknis yang ada sehingga pada saat mahasiswa berkonsultasi dapat memberikan keputusan yang sama antar dosen atau instruktur.
• Dosen atau Instruktur yang termasuk dalam susunan peserta praktek kerja lapang sebaiknya dapat siaga di kamp khususnya dosen atau instruktur teknis. Hal ini diharapkan agar setiap regu dapat berkonsultasi setiap saat apabila mendapati kesulitan dalam kegiatan praktek kerja lapang ini.
• Koordinasi antar kelompok sebaiknya dapat lebih ditingkatkan.
• Pelaksanaan pengukuran titik dasar teknik orde 4 menggunakan GPS geodetik yang nantinya dijadikan sebagai titik ikat utama sebaiknya dilakukan lebih dahulu dibandingkan regu – regu lainnya.
• Agar tidak mengurangi kekhusyukan seseorang dalam menyambut peringatan hari besar keagamaan, maka sebaiknya waktu pelaksanaan praktek kerja lapang dapat mempertimbangkan hari – hari besar keagamaan.